Minggu, 01 Januari 2012

PENGGOLONGAN KATA BAHASA INDONESIA SECARA NONTRADISIONAL

PENGGOLONGAN KATA BAHASA INDONESIA SECARA NONTRADISIONAL I

A.    Prakata
               Penggolongan kata secara tradisional berlandaskan arti, namun sejak Ferdinand de Saussure memperkenalkan Linguistik struktural pada awal abad XX, para ilmu bahasawan dan tata bahasawan bahasa Indonesia merasa tidak puas atas pembagian jenis kata secara tradisional itu. Mereka yang merasa tidak puas itu antara lain Slametmulyana, Anton M. Moeliono, Gorys Keraf, S. Wojowasito, dan Ramlan. Pada bagian ini akan dipaparkan penggolongan kata menurut empat pakar bahasa seperti urutan di atas, selanjutnya pada bab terpisah akan dipaparkan pendapat Ramlan.

B.     Penggolongan Kata oleh Slametmulyana
               Slametmulyana (1957:13-198) dalam bukunya Kaidah Bahasa Indonesia IImenggolongkan kata ditinjau dan fungsinya dalam kalirnat. Menurutnya, kata dapat digolongkan menjadi empat regu yaitu: (1) kata-kata yang pada hakekatnya hanya rnelakukan jabatan gatra sebutan; (2) kata-kata yang dapat melakukan jabatan gatra pangkal dan gatra sebutan; (3) kata-kata pembantu regu II; dan (4) kata-kata pembantu pertalian. Ramlan (185:39-41) mengikhtisarkannya sebagai berikut.
               1) Kata-kata yang pada hakekatnya hanya rnelakukan jabatan gatra sebutan
               Golongan kata ini terdiri atas dua golongan yaitu (1) kata keadaan, misalnya: besar, sukar, sibuk, jauh; dan (2) kata kerja, misalnya: mendayung, digigit, tidur, yang dapat dibedakan lagi menjadi: (a) kata kerja buntu yaitu kata kerja yang menyatakan bahwa perbuatan yang ditujukan terbatas dalam lingkungannya sendiri, misalnya: jatuh, menangis, (b) kata kerja langsung ialah kata kerja yang dapat berhubungan dengan pelaku kedua (objek) tanpa perantaraan kata lain, misalnya: menggali, membaca, dan (c) kata kerja sambung ialah kata kerja yang dalan hubungannya dengan pelaku kedua menggunakan perantara lain jadi hubungannya langsung dengan sambungan, misalnya: cinta pada cinta kepada ayah.
               2) Kata-kata yang dapat melakukan jabatan gatra pangkal dan gatra sebutan
               Yang termasuk ke dalam golongan ini ialah kata benda, kata kerja, kata keadaan, dan kata bilangan.
a.       Kata benda dpt dibedakan menjadi dua yaitu: (1) kata benda nyata yang dapat dilihat, didengar, diraba, dan dirasai, misalnya: batu, orang, laut dan (2) kata benda yang tidak nyata yaitu kata bends yang menyatakan keadaan, hal, sifat, dan sebagainya yang dikhayalkan seolah-olah berwujud. misalnya: keindahan, kebesaran, penghidupan.
b.      Kata ganti benda dapat dibedakan menjadi: (1) kata penunjuk yakni itu dan ini (2) kata pemisah yakni yang dan tempat (3) kata ganti diri dan milik yang dapat dibedakan lagi menjadi kata ganti diri: (a) pertana, misalnya: aku, (b) kedua, engkau, dan (c) ketiga, misalnya: ia; (4) kata ganti tanya, misalnya: apa, mana, berapa; dan (5) kata ganti sesuatu, misalnya: suatu, sesuatu, apa-apa, seorang, siapa-siapa.
c.       Kata bilangan yang dapat dibedakan menjadi enam golongan, yaitu: (1) bilangan pokok yakni bilangan yang menyatakan banyaknya barang apa juga pun, misalnya: satu, sebelas, dua belas (2) bilangan bantu yaitu kata yang menerangkan jenis benda yang berfungsi membantu bilangan pokok, misalnya: batang, biji, bilah (3) bilangan tak tentu yaitu bilangan yang menyatakan bilangan yang ditetapkan jumlahnya, misalnya: banyak, sedikit, beberapa (4) bilangan himpunan ialah bilangan yang menyatakan banyaknya benda, orang dan lain-lain dalam suatu himpunan, misalnya: ketika pada ketiga orang itu; (5) bilangan tuturan ialah bilangan yang menyatakan bilangan yang berturut-turut, misalnya: kedua, ketiga dan (6) bilangan pecahan, misalnya: setengah, tiga perempat.

            3) Kata-kata pembantu regu II
            Kata-kata pembantu regu II ini dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a.       Kata-kata yang menjelaskan tempat kedudukan kata benda. yaitu: ini, itu
b.      Kata-kata yang menunjukkan kekianan, misalnya: dua, tiga.
c.       Kata-kata keadaan dan kata benda yang memberikan penjelasan kata benda tentang keadaannya, pemiliknya, dan sebagainya, misalnya: kaya pada orang kaya, kata sayapada bapak saya.
            4) Kata-kata pembantu pertalian
            Yang dimaksud dengan kata-kata pembantu pertalian ialah kata-kata yang menjelaskan pertalian kata yang satu dengan kata yang lain, kalimat yang satu dengan kalimat yang lain atau sebagai penjelas tambanan. Kata ini dapat dibedakan menjadi tiga macam.
a.       Kata-kata yang menerangkan kata keadaan dan kata kerja, misalnya: sekali pada elok sekali, terlalu, kerap kali, lebih baik.
b.      Kata-kata yang menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain, kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, misalnya: dari, ke, untuk, dan, oleh.
c.       Kata-kata yang disisipkan dalam kalimat seakan-akan berdiri sendiri, lepas dari ikatan kalimat, Misalnya: nah, hai, sayang, aduh.

C.    Penggolongan Kata oleh Anton M. Meoliono
               Anton M. Moeliono (1967) dalam tulisanya, “Suatu Reonientasi dalam Tata Bahasa Indonesia” yang termuat dalam Bahasa dan Kesusastran Indonsia halaman 45-52, menggolongkan kata berdasarkan kesamaan perilaku sintaktik. Beliau menggolongkannya menjadi tiga rumpun yaitu:  (1) rumpun nominal, (2) rumpun verbal, dan (5) rumpun partikel. Ihktisar Ramlan (l965:42-44) sebagai berikut.

               1) Rumpun Nominal
               Rumpun nominal ialah rurmpun yang diingkari oleh kata bukan dalam suatu konstruksi endosentnik beratribut. Rumpun ini dapat dibedakn menjadi dua anak rumpun yaitu:
a.       Rumpun nominal yang dapat didaului oleh partikel preposisi direktif di, seperti: di rumah, di air, di kertas. Secara arbitrer, anak rumpun ini disebut nominal tak bernyawa.
b.      Rumpun nomial yang didahului oleh partikel pada, seperti: pada anak, pada ibu, pada harimau, pada tanggal, pada hari. Anak rumpun ini secara atbitrer disebut nominal bernyawa.

               2) Rumpun Verbal
               Rumpun verbal ialah rumpun kata yang diingkari oleh kata tidak dalam suatu konstruksi endosentrik yang beratribut. Rumpon ini dapat dibedakan menjadi:
Rumpun verbal transitif ialah rumpun verbal yang secara potensial dapat mendahului obyek nominal dalam konstruksi objektif, misal: bawa buku itu, tulis surat itu.
Rumpun verbal taktransitif ialah rumpun verbal yang tidak berkonstruksi dengan sebuah obyek, tetapi dapat disertai oleh atribut, misalnya: terbang, jauh, tertawa sangat keras.
Rumpun verbal ajektif ialah rumpun verbal yang dapat didahului oleh partikel penunjuk derajat seperti amat dan sangat dalam amat miskin, sangat miski.

               3) Rumpun Partikel
               Rumpun ini keanggotaannya terbatas. Di samping itu biasanya tidak diperluas lagi bentuknya oleh imbuhan dan tidak dapat dijadikan bentuk alas (bentu dasar, pen.) untuk suatu konstruksi morfologik yang lebih lanjut. Menurut kedudukannya dalam kalimat, rumpun dapat dibedakan menjadi lima anak umpun.
a.      Preposisi yang pada umumnya mendahului nominal dan tidak terarah terdapat pada akhir kalimat, yang dapat digolongkan lagi menjadi tiga golongan yakni: (1) preposisi direktif, misalnya: di, ke, dari, pada, (2) preposisi agentif yaitu oleh, dan (3) preposisi penunjuk orang, misalnya: para, si, sang.
b.      Konjungsi yang pada umumnya tidak terdapat pada akhir kalimat dan tidak selalu diikuti oleh nominal, yang dipat dibedakan lagi menjadi. tiga golongan yaitu: (1) konjungsi setara, misalnya: dan, tetapi, namun, atau, (2)konjungsi taksetara, misalnya: sambil, seraya, demi, dan (3) konjungsi korelatif, misalnya: kian…kian, makin…makin, baik…maupun, walau…sekalipun.
c.       Penunjuk kecaraan atau modalita yang distribusinya lebih luas daripada preposisi dan konjugasi. Ada di antaranya yang berbentuk klitika. Kelompok ini dapat dibedakan menjadi sepuluh yaitu: (a) pengingkaran, misalnya: bukan, tidak, (b) penegasan, misalnya:bahva, toh, lah, pun, (c) pertanyaan, misalnya: adakah , apakah, (d) pelarangan, misalnya: jangan, jangan sampai, (e) pengharapan, misalnya: semoga, mudah-mudahan, (f) permintaan, misalnya: silakan, sudila,. (g) penujuan, misalnya: agar, supaya, (h) penguluran, misalnya: meski, biar, (i) pensyaratan, misalnya: jika jikalau, dan (j) penyangsian, misalnya: jangan-jangan, gerangan, entah.
d.      Penunjuk segi atau aspek yang biasanya tidak terdapat pada akhir kalimat dan pada umumnya mendahului verbal. Kelompok ini dapat dibedakan menjadi: (1) segi komplektif, misalnya: telah, sudah, (2) segi duratif, misalnya: sedang, tengah, dan (3) segi berantisipasi, misalnya akar.
e.       Penunjuk derajat yang berdistribusi preverbal atau purnaverbal dan kadang-kadang terdapat pada akhir kalimat, misalnya: amat, sangat, agak, sekali, benar.

D.    Penggolongan Kata oleh Gorys Keraf
               Gorys Keraf dalam bukunya, Tatabahasa Indonesia untuk Sekolah Lanjutan Atas (1982:82-92) membagi kata menjadi empat macam yaitu: (1) kata benda atau nomina substantive; (2) kata kerja atau verba; (3) kata sifat atau adjektiva; dan (4) kata tugas atau function word. Beliau membagi kata berdasarkan struktur morfologisnya. Yang dimaksud dengan struktur morfologis adalah bidang bentuk yang memberi ciri khusus terhadap kata-kata itu. Bidang bentuk itu meliputi kesamaan morfem-morfem yang membentuk kata tersebut atau juga kesamaan cirri dan sifat dalam membentuk kelompok kata.
               1) Kata Benda
               Berdasarkan bentuknya, segala kata yang mengandung morfem terikat, ke-an, pe-an, -an, ke-, kita calonkan sebagai kata benda, misalnya: perumahan, perbuatan, kecantikan, pelari, jembatan, kehendak. Berdasarkan kelompok kata, segala macam kata yang dapat diterangkan atau diperluas dengan yang kata sifat adalah kata benda. Contohnya: Tuhan, angin dapat diperluas menjadi Tuhan yang adil, angin yang kencang.Kata ganti yang dalam tatabahasa tradisional merupakan jenis kata tersendiri, dimasukkan menjadi subgolongan kata benda.
               2) Kata Kerja
               Berdasarkan bentuknya, segala kata yang mengandung imbuhan me-, ter-, -kan, di-, -i kita calonkan sebagai kata kerja. Ditinjau dari kelompok kata, segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata dengan + kata sifat adalah kata kerja. Contohnya:mendengar, buat dapat diperluas mendengar dengan cermat, buat dengan cepat.
               3) Kata Sifat
               Berdasrkan bentuknya, segala kata dalam bahasa Indonesia bisa mengambil bentukse + reduplikasi kata dasar + nya disebut kata sifat, misalnya: teliti, tinggi, cepat dapat menjadi: seteliti-telitinya, setinggi-tingginya, secepat-cepatnya. Dari segi kelompok kata, kata sifat dapat diterangkan oleh kata-kata: paling, lebih, sekali Contohnya: besar, tingsi dapat diterangkan menjadi besar sekali, paling besar, lebih besar, tinggi sekali, paling tinggi, lebih tinggi.
               4) Kata Tugas
               Dari segi bentuk, kata tugas umumnya sukar sekali mengalami perubahan, seperti: dengan, telah, dan, tetapi. Narnun ada juga yang dapat mengalami perubahan bentuk, walaupun jumlahnya sangat terbatas, seperti: tidak, sudah yang dapat berubah menjadi:menidakkan, menyudahi. Dari segi kelompok kata, kata tugas hanya memiliki tugas untuk memperluas atau mengadakan transformasi kelimat.
               Kata tugas dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: l) kata tugas yang monovalen (bernilai satu) yaitu semata-mata bertugas untuk memperluas kalimat, misalnya:dan, tetapi, sesudah, di, ke, dari dan kata tugas yana ambivalen (berniali dua) yaitu di samping berfungsi sebagai kata tugas yang monovalen dapat juga bertindak sebagai jenis kata lain, baik dalam membentuk suatu kalimat minim maupun mengubah bentuknya, misalnya: sudah tidak.


E.     penggolongan Kata oleh S. Wojowasito
               S. Wojowasito (1976:30-31) dalam bukunya Pengantar Sintaksis Indonesia(Dasar-dasar ilmu kalimat Indonesia) membagi kata menjadi sembilan jenis. Beliau menentukan jenis kata berdasarkan hubungannya di dalam frase atau bentuk itu meliputi kesamaan morfem-morfem yang membentuk kata tersebut atau juga kesamaan cirri dan sifat dalam membentuk kelompok kata.
               1) Kata Benda atau Substantif
               Kata benda yang memiliki cirri-ciri (1) lazim menduduki fungsi subjek atau obyek; (2) lazim diikuti kata itu, (3) dapat didahului oleh proposisi; (4) dapat diikuti oleh nama pribadi; (5) dapat didahului oleh kata bilangan; dan (6) dapat didahulu atau diikuti oleh sesuatu sifat.
               2) Kata Kerja
               Kata kerja memiliki ciri-ciri: (1) lazim menduduki fungsi predikat; (2) lazim rnengikti subjek dan mendahului obyek; (3) dapat diikuti oleh preposisi; (4) dapat digunakan untuk perintah; (5) dapat mengalami perubahan genus (aktif dan pasif); dan (6) dapat didahului oleh kata-kata: boleh, akan, hendak, sedang, telah, sambil.
               3) Kata Sifat
               Kata sifat mempunysi ciri-ciri: (1) lazim mengikut kata benda sebagai kualifikasi atau penjelasan; (2) dapat dimasukkan ke dalam imbangan pangkat-pangkat perbandingan dengan menyertakan kata-kata: lebih, paling; (3) tidak dapat dipergunakan untuk perintah; dan (4) tidak dapat didahului oleh kata-kata: hendak, akan, boleh, sedang, telah (sekalipun terdapat pula peristiwa-peristiwa yang meragukan).
               4) Adverbia
               Adverbia memiliki ciri menduduki fungsi keterangan sekunder (kedua). Yang dimaksud dengan keterangan sekunder ialah keterangan atas keterangan. Contohnya kataamat dalam orang itu amat besarBesar sebagai keterangan primer pada orang itu, danamat sebagai keterangan sekunder pada besar.
               5) Kata Penghubung atau Konjugasi
               Konjugasi memiliki ciri: (1) menghubungkan dua kalimat sejajar atau bertingkat; dan (2) menghubungkan dua kata sejenis secara sejajar, misalnya: dan pada rumah dan halaman, kaya dan miskin.
               6) Kata Seru atau Interjeksi
               Kata seru lazim dipergunakan sebagai motprase yaitu suatu kata yang bertindak sebagai kalimat dengan intonasi seruan; wahai, cis, aduh.
               7) Kata Buangan atau Numeral
               Kata bilangan memiliki cirri-ciri: (1) menyebutkan sesuatu yang obyektif dan untuk tujuan itu tidak dapat diganti oleh lain jenis; dan (2) selalu mendahuiui kata yang dijumlah. Kata bilangan ini masih dapat menjadi kata bilangan tentu, misalnya: satu, dua, lima, dan kata bilangan tak tentu, misalnya: segala, tiap-tiap.
               8) Kata Ganti atau Pronomen
               Kata ganti secara historis dapat dihubungkan dengan istilah pronoun, jadi tidak asal menggantikan kata saja. Jenis ini dapat dibagi lagi menjadi: (1) kata ganti persona; (2) kata ganti milik; (3) kata ganti Tanya; (4) kata ganti tunjuk; dan lain-lain yang pada umumnya telah kita ketahui.
               9) Preposisi

               Preposisi disebut juga kata depan atau kata perangkai, ia memiliki ciri-ciri: (1) rnemiliki fungsi adverbial; (2) biasanya berada di muka kata benda; dan (3) menyatakan hubungan sebagai terkandung di dalam kate preposisi itu sendri terhadap pernyataan kanan kirinya. Dalam kenyataannya, preposisi itu tidak selalu berada di muka kata benda, tetapi ada pula preposisi yang di belakangnya. Yang terakhir sebenarnya hanya ada pada bahasa Barat.

1 komentar: