Menjadikan Sekolah sebagai Basis Pembinaan Bahasa
Indonesia
Seperti
sudah banyak diungkap oleh para pemerhati dan pengamat bahasa Indonesia bahwa
rendahnya mutu penggunaan bahasa Indonesia tak hanya berlangsung di kalangan
siswa, tetapi juga telah jauh meluas di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bahkan,
para pejabat yang secara sosial seharusnya menjadi anutan pun tak jarang masih
”belepotan” dalam menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Mewabahnya penggunaan bahasa Indonesia bermutu
rendah, kalau boleh disebut demikian, menurut hemat saya, lantaran belum
jelasnya strategi dan basis pembinaan. Pemerintah cenderung cuek dan
menyerahkan sepenuhnya kepada Pusat Bahasa –sebagai tangan panjangnya—untuk
menyusun strategi dan kebijakan. Namun, harus jujur diakui, strategi dan
kebijakan Pusat Bahasa masih cenderung elitis. Artinya, kebijakan yang
dilakukan Pusat Bahasa hanya menyentuh lini dan kalangan tertentu, seperti
Jurusan Pendidikan Bahasa atau Fakultas Sastra di Perguruan Tinggi. Sementara, Pendidikan
Dasar dan Menengah yang seharusnya menjadi basis pembinaan justru luput dari
perhatian. Pengajaran bahasa Indonesia di sekolah diserahkan sepenuhnya kepada
para guru bahasa. Layak dipertanyakan, sudahkah para guru bahasa Indonesia di
sekolah memiliki kompetensi yang memadai untuk menjadi satu-satunya sumber
dalam membumikan penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar?
Upaya penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan
benar tampaknya akan terus terapung-apung dalam bentangan slogan dan retorika
apabila tidak diimbangi dengan kejelasan strategi dan basis pembinaan.
Mengharapkan keteladanan generasi sekarang jelas merupakan hal yang berlebihan.
Berbahasa sangat erat kaitannya dengan kebiasaan dan kultur sebuah generasi.
Yang kita butuhkan saat ini adalah lahirnya sebuah generasi yang dengan amat
sadar memiliki tradisi berbahasa yang jujur, lugas, logis, dan taat asas
terhadap kaidah kebahasaan yang berlaku.
Melahirkan generasi yang memiliki idealisme dan
apresiasi tinggi terhadap penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar
memang bukan hal yang mudah. Meskipun demikian, jika kemauan dan kepedulian
dapat ditumbuhkan secara kolektif dengan melibatkan seluruh komponen bangsa,
tentu bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan.
Tiga Agenda
Setidaknya ada tiga agenda penting yang
perlu segera digarap. Pertama, menciptakan suasana kondusif
yang mampu merangsang anak untuk berbahasa secara baik dan benar. Media
televisi yang demikian akrab dengan dunia anak harus mampu memberikan
keteladanan dalam hal penggunaan bahasa, bukannya malah melakukan ”perusakan”
bahasa melalui ejaan, kosakata, maupun sintaksis seperti yang selama ini kita
saksikan. Demikian juga fasilitas publik lain yang akrab dengan dunia anak,
harus mampu menciptakan iklim berbahasa yang kondusif; mampu menjadi media
alternatif dan ”patron” berbahasa setelah orang tua dinilai gagal dalam
memberikan keteladanan.
Kedua, menyediakan buku yang ”bergizi”, sehat, mendidik,
dan mencerahkan bagi dunia anak. Buku-buku yang disediakan tidak cukup hanya
terjaga bobot isinya, tetapi juga harus betul-betul teruji penggunaan bahasanya
sehingga mampu memberikan ”vitamin” yang baik ke dalam ruang batin anak.
Perpustakaan sekolah perlu dihidupkan dan dilengkapi dengan buku-buku bermutu,
bukan buku ”kelas dua” yang sudah tergolong basi dan ketinggalan zaman. Pusat
Perbukuan Nasional (Pusbuk) yang selama ini menjadi ”pemasok” utama buku
anak-anak diharapkan benar-benar cermat dan teliti dalam menyunting dan
menganalisis buku dari aspek kebahasaan.
Ketiga, menjadikan sekolah
sebagai basis pembinaan bahasa Indonesia. Sebagai institusi pendidikan, sekolah
dinilai merupakan ruang yang tepat untuk melahirkan generasi yang memiliki
kecerdasan linguistik (bahasa). Di sanalah jutaan anak bangsa memburu ilmu.
Bahasa Indonesia jelas akan menjadi sebuah kebanggaan dan kecintaan apabila
anak-anak di sekolah gencar dibina, dilatih, dan dibimbing secara serius dan
intensif sejak dini. Bukan menjadikan mereka sebagai ahli atau pakar bahasa,
melainkan bagaimana mereka mampu menggunakan bahasa dengan baik dan benar dalam
peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulisan. Tentu saja,
hal ini membutuhkan kesiapan fasilitas kebahasaan yang memadai di bawah
bimbingan guru yang profesional dan mumpuni.
Dengan
menjadikan sekolah sebagai basis dan sasaran utama pembinaan bahasa, kelak
diharapkan generasi bangsa yang lahir dari ”rahim” sekolah benar-benar akan
memiliki kesetiaan, kebanggaan, dan kecintaan yang tinggi terhadap bahasa
negerinya sendiri, tidak mudah larut dan tenggelam ke dalam kubangan budaya
global yang kurang sesuai dengan jatidiri dan kepribadian bangsa. Bahkan,
bukan mustahil kelak mereka mampu menjadi ”pionir” yang menjadikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa Iptek yang berwibawa dan komunikatif di tengah kancah
percanturan global, tanpa harus kehilangan kesejatian dirinya sebagai bangsa
yang tinggi tingkat peradaban dan budayanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar